Demi Masa

MENSUCIKAN HATI DALAM MENGGAPAI RIDHO ILAHI

Senin, 31 Oktober 2011

Teman - Teman Bilang Guruku Galak


Teman - Teman Bilang Guruku Galak


“ Sebaiknya seorang anak dididik oleh seorang guru yang memiliki kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak , cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan ( gampang memukul ) dan dengki, dan tidak kasar dihadapan muridnya”. ( Ibnu Sina )
Seorang ibu melihat anaknya sedang duduk termenung seakan menyimpan seribu satu masalah. Pagi yang cerah semestinya ia harus sekolah, tetapi ia  terlihat gelisah dan berkata : ” bu, pagi ini saya kurang enak badan”, ibunya mendekati dengan mengulurkan tangannya ke leher dan dahi si buah hati sambil berkata : “ sepertinya kamu tidak demam dan badanmu sehat, kenapa kamu bilang begitu nak?” Setelah beberapa saat sang ibu memeluk dan bertanya, “ ada apa dengan dirimu disekolah nak ?”mulailah ia berterus terang bahwa sebenarnya ia takut sekolah, karena di sekolah ada salah seorang guru yang di anggap galak”, dan ia lebih memilih menghindari guru tersebut.
Cerita di atas merupakan sebagian masalah yang dialami pada anak usia sekolah dasar. Jika anak anda mengalami hal tersebut sebaiknya komunikasikan dengan pihak wali kelas, guru yang bersangkutan dan kepala sekolah, kemudian gali masalahnya, sehingga masalah akan terurai satu persatu dan pahamkan pada anak bahwasannya sebenarnya guru tersebut tidak galak tetapi guru tersebut ingin mengajarkan disiplin dalam belajar.
Kenapa sih muncul gambaran  ada guru galak?  
Pada umumnya guru bersikap garang karena menganggap itu cara efektif dalam mendisiplinkan anak. Dalam jangka pendek, mungkin. Tetapi yang jelas cara itu membuat anak berdisiplin bukan karena kesadaran diri sendiri namun karena takut dimarahi. Kondisi belajar kurang menyenangkan. Murid jadi tidak berani terbuka saat memiliki masalah. Kehadiran guru seakan menjadi hantu buat mereka. Anak pun bisa mogok belajar lantaran guru tersebut.
Bagaimana mengatasi masalah ini ?
Ada beberapa solusi dalam menghadapi masalah ini, antara lain :
1. Jeli memilih sekolah. Jangan hanya melihat fasilitas fisik sekolah saja, tapi juga kualitas gurunya.   Bisakah dia bersahabat dengan murid.
 2. Jika anak dimarahi guru galak, carilah penyebabnya. Misalnya kalau ia sering terlambat datang ke sekolah, datanglah lebih pagi agar terhindar dari amukan guru. Cegah jangan sampai terulang penyebabnya. Berilah motivasi dan dukungan agar ia tetap sekolah.
3. Jalin komunikasi antara orang tua, anak, guru, wali kelas dan seluruh citivitas akademik sekolah secara kekeluargaan.
4. Aktifkan korlas ( kordinasi  kelas ) sebagai  media komunikasi  dan informasi dalam perkembangan belajar anak di rumah dan di sekolah.
5. Carilah sekolah yang lebih mengedepankan penanaman nilai – nilai akhlak dan pembiasaan hidup yang islami yang mengajarkan kecintaan terhadap Alloh, Rosululloh dan para sahabatNya.
6. Kajilah buku – buku bagaimana cara mendidik anak secara benar dan Islami, sehingga anak akan tumbuh sesuai fitrahnya.
Oleh      :  Ahmad Riyadi, S.Pd.I ( Bimbingan dan Konseling SDIT Ulul Albab )
Maroji’ :    
o   101 masalah di sekolah, Rahmitha P. Sandjojo, P.si.
o   Tarbiyatul Aulad, Dr. Nashih ‘Ulwan,
o   Anakku Tak Suka Bohong, Dr. M. Fahd Ats – Tsuwaini.





Rabu, 26 Oktober 2011

Hati- Hati Terhadap Pornografi

Hati- Hati Terhadap Pornografi


Ibarat membalikkan telapak tangan, semudah itu pula anak-anak mengakses multimedia. Tinggal klik, beragam topik hadir dalam hitungan detik, termasuk pornografi.
Beberapa waktu lalu Yayasan Kita dan Buah Hati serta  Rafa Health & Beauty Lifestyle  (RHBL), memaparkan hasil penelitian yang dilakukan sejak Januari 2008-Februari 2010 di hadapan Komisi Nasional Perlindungan Anak tentang perilaku anak terhadap pornografi.
Penelitian ini berdasarkan 2.818 sampel yang diambil pada anak-anak kelas 4-6 SD. Hasilnya sungguh mengejutkan, sebesar 67 persen anak-anak ternyata pernah melihat dan mengakses pornografi. Malah, sebanyak 37 persen di antaranya mengakses dari rumah sendiri. “Karena inilah, orangtua harus tahu benar apa saja bahaya dari pornografi. Meski efeknya tak datang sekaligus melainkan perlahan-lahan, bukan tak mungkin anak-anak akan tumbuh menjadi pecandu seks atau pelaku kekerasan“ ujar Donna Rice Hughes , Presiden Enough Is Enough  (EIE) dan pakar internet sehat.
Terbawa Arus
Pornografi didefinisikan sebagai materi yang menggambarkan kegiatan seksual secara terang-terangan dan bertujuan untuk merangsang pembaca, penonton, dan pendengarnya. Yang diterjemahkan oleh anak-anak mengenai pornografi pun tak jauh berbeda, yaitu gambar telanjang, sesuatu yang jorok, menunjukkan aurat dan bagian yang tidak boleh dilihat.
Lalu, apa motivasi anak-anak mengakses konten pornografi? Yang terbesar, 21 persen karena iseng, 18 persen karena penasaran, 9 persen karena ikut teman, dan sisanya, sebanyak 3 persen beralasan takut dianggap kurang gaul.
Keisengan sendiri dapat diartikan sebagai perilaku tanpa tujuan jelas, atau dorongan tanpa maksud jelas. Perilaku ini dapat diabaikan tanpa konsekuensi tertentu. Sehingga dapat dihilangkan (tidak dilakukan) tanpa akibat pada dirinya. Coba bandingkan dengan motivasi yang lain, misalnya ikut-ikutan teman di mana jika ia tidak melihatnya akan berakibat dijauhi teman-temannya.
Medianya pun beragam dan dengan mudah bisa didapatkan anak-anak. Misalnya komik, game  elektronik, tayangan televisi, film, telepon genggam, majalah, koran, dan tabloid.
Mirip Kokain
Mengutip tuturan Dr. Robert Weiss  dari Sexual Recovery Institute  di Los Angeles, bahwa pornografi memiliki reputasi efek mirip kokain, yaitu menimbulkan kecanduan seksual. “Cara kerjanya sangat cepat dan kuat,” kata Weiss. Sama seperti penggunaan narkotika, pengalaman kenikmatan seksual yang didapat dengan melihat gambar-gambar porno dapat menimbulkan pola perilaku yang berulang dan semakin intensif. Alhasil, terciptalah kecanduan pornografi.
Ajari Tanggung Jawab
Lalu bagaimana seharusnya orangtua bersikap menghadapi itu semua? “Anak-anak seharusnya dibimbing untuk bertanggung jawab dalam setiap pilihan yang diambil. Akibat-akibat sebuah perilaku. Ajarkan berpikir panjang sebelum bertindak,” jelas Weiss.
Selain itu, jangan pernah lelah membekali anak dengan pendidikan rohani yang kuat dan aplikatif. Sehingga anak bisa memilah sekaligus memilih mana yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Tak hanya membekali, orangtua tentunya harus menjadi teladan di rumah. Jangan sampai kita melarang anak kita dalam pornografi, tapi kita sebagai orangtua diam-diam menonton film porno, misalnya.
Bekali juga anak dengan edukasi tentang seks sejak dini yang disampaikan secara bersahabat. Misalnya, mengetahui jenis kelamin, tidak mandi bersama bagi papa dan anak perempuannya. Usahakan anak yang berbeda jenis kelamin tidak dalam satu kamar dan sebagainya. Pengetahuan ini sebaiknya diperkenalkan karena apabila anak tidak mendapat informasi yang cukup, maka ia akan mencari di luar.
Dari bekal-bekal ini, anak akan paham bahwa orangtua bisa diajak terbuka, ia diberi kepercayaan, sehingga anak paham mengenai tanggung jawab yang ia pikul atas tindakannya. Intinya, ajarkan anak berpikir panjang sebelum bertindak.
Ajak Bicara  
Orangtua tidak boleh langsung menghakimi anak ketika ia tertangkap basah mengakses materi pornografi. Bisa saja anak tak sengaja mengaksesnya, kan? Lebih baik ajak ia bicara, dengarkan jawabannya, termasuk yang ia sembunyikan.
Pertanyaan yang harus Anda ajukan adalah: 
1. Pernahkah kamu melihat sesuatu di internet yang membuatmu penasaran atau tak nyaman?
2. Pernahkah kamu tanpa sengaja melihat gambar porno di internet?
3. Jika iya, bagaimana itu bisa terjadi? Apa yang kamu rasakan?
4. Apakah teman-temanmu per nah mengakses gambar atau video pornografi tanpa sengaja atau sengaja?
Tahap Kecanduan
Menurut Dr. Victor Cline, dari University of Utah, kecanduan dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
 Terpaan Awal: Merupakan perkenalan pertama dengan pornografi di mana anak mula-mula terkejut, jijik dan merasa bersalah.
2 Ketagihan: Mulai bisa menikmati pornografi dan berusaha mengulangi kenikmatan itu sehingga tanpa disadari menjadi bagian dari kehidupannya yang sudah dilepaskan.
3 Peningkatan: Mulai mencari lebih banyak lagi gambar-gambar porno dan menikmatinya.
4 Mati Rasa: Mulai mati rasa terhadap materi yang paling porno, sekalipun ia sangat berusaha mendapatkannya lagi.
5 Tindakan Seksual: Fase lompatan besar di mana dia mencari kenikmatan seksual di dunia nyata.
Ibarat membalikkan telapak tangan, semudah itu pula anak-anak mengakses multimedia. Tinggal klik, beragam topik hadir dalam hitungan detik, termasuk pornografi.
Beberapa waktu lalu Yayasan Kita dan Buah Hati serta  Rafa Health & Beauty Lifestyle  (RHBL), memaparkan hasil penelitian yang dilakukan sejak Januari 2008-Februari 2010 di hadapan Komisi Nasional Perlindungan Anak tentang perilaku anak terhadap pornografi.
Penelitian ini berdasarkan 2.818 sampel yang diambil pada anak-anak kelas 4-6 SD. Hasilnya sungguh mengejutkan, sebesar 67 persen anak-anak ternyata pernah melihat dan mengakses pornografi. Malah, sebanyak 37 persen di antaranya mengakses dari rumah sendiri. “Karena inilah, orangtua harus tahu benar apa saja bahaya dari pornografi. Meski efeknya tak datang sekaligus melainkan perlahan-lahan, bukan tak mungkin anak-anak akan tumbuh menjadi pecandu seks atau pelaku kekerasan“ ujar Donna Rice Hughes , Presiden Enough Is Enough  (EIE) dan pakar internet sehat.
Terbawa Arus
Pornografi didefinisikan sebagai materi yang menggambarkan kegiatan seksual secara terang-terangan dan bertujuan untuk merangsang pembaca, penonton, dan pendengarnya. Yang diterjemahkan oleh anak-anak mengenai pornografi pun tak jauh berbeda, yaitu gambar telanjang, sesuatu yang jorok, menunjukkan aurat dan bagian yang tidak boleh dilihat.
Lalu, apa motivasi anak-anak mengakses konten pornografi? Yang terbesar, 21 persen karena iseng, 18 persen karena penasaran, 9 persen karena ikut teman, dan sisanya, sebanyak 3 persen beralasan takut dianggap kurang gaul.
Keisengan sendiri dapat diartikan sebagai perilaku tanpa tujuan jelas, atau dorongan tanpa maksud jelas. Perilaku ini dapat diabaikan tanpa konsekuensi tertentu. Sehingga dapat dihilangkan (tidak dilakukan) tanpa akibat pada dirinya. Coba bandingkan dengan motivasi yang lain, misalnya ikut-ikutan teman di mana jika ia tidak melihatnya akan berakibat dijauhi teman-temannya.
Medianya pun beragam dan dengan mudah bisa didapatkan anak-anak. Misalnya komik, game  elektronik, tayangan televisi, film, telepon genggam, majalah, koran, dan tabloid.
Mirip Kokain
Mengutip tuturan Dr. Robert Weiss  dari Sexual Recovery Institute  di Los Angeles, bahwa pornografi memiliki reputasi efek mirip kokain, yaitu menimbulkan kecanduan seksual. “Cara kerjanya sangat cepat dan kuat,” kata Weiss. Sama seperti penggunaan narkotika, pengalaman kenikmatan seksual yang didapat dengan melihat gambar-gambar porno dapat menimbulkan pola perilaku yang berulang dan semakin intensif. Alhasil, terciptalah kecanduan pornografi.
Ajari Tanggung Jawab
Lalu bagaimana seharusnya orangtua bersikap menghadapi itu semua? “Anak-anak seharusnya dibimbing untuk bertanggung jawab dalam setiap pilihan yang diambil. Akibat-akibat sebuah perilaku. Ajarkan berpikir panjang sebelum bertindak,” jelas Weiss.
Selain itu, jangan pernah lelah membekali anak dengan pendidikan rohani yang kuat dan aplikatif. Sehingga anak bisa memilah sekaligus memilih mana yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Tak hanya membekali, orangtua tentunya harus menjadi teladan di rumah. Jangan sampai kita melarang anak kita dalam pornografi, tapi kita sebagai orangtua diam-diam menonton film porno, misalnya.
Bekali juga anak dengan edukasi tentang seks sejak dini yang disampaikan secara bersahabat. Misalnya, mengetahui jenis kelamin, tidak mandi bersama bagi papa dan anak perempuannya. Usahakan anak yang berbeda jenis kelamin tidak dalam satu kamar dan sebagainya. Pengetahuan ini sebaiknya diperkenalkan karena apabila anak tidak mendapat informasi yang cukup, maka ia akan mencari di luar.
Dari bekal-bekal ini, anak akan paham bahwa orangtua bisa diajak terbuka, ia diberi kepercayaan, sehingga anak paham mengenai tanggung jawab yang ia pikul atas tindakannya. Intinya, ajarkan anak berpikir panjang sebelum bertindak.
Ajak Bicara  
Orangtua tidak boleh langsung menghakimi anak ketika ia tertangkap basah mengakses materi pornografi. Bisa saja anak tak sengaja mengaksesnya, kan? Lebih baik ajak ia bicara, dengarkan jawabannya, termasuk yang ia sembunyikan.
Pertanyaan yang harus Anda ajukan adalah:
1. Pernahkah kamu melihat sesuatu di internet yang membuatmu penasaran atau tak nyaman?
2. Pernahkah kamu tanpa sengaja melihat gambar porno di internet?
3. Jika iya, bagaimana itu bisa terjadi? Apa yang kamu rasakan?
4. Apakah teman-temanmu per nah mengakses gambar atau video pornografi tanpa sengaja atau sengaja?
Tahap Kecanduan
Menurut Dr. Victor Cline, dari University of Utah, kecanduan dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
 Terpaan Awal: Merupakan perkenalan pertama dengan pornografi di mana anak mula-mula terkejut, jijik dan merasa bersalah.
2 Ketagihan: Mulai bisa menikmati pornografi dan berusaha mengulangi kenikmatan itu sehingga tanpa disadari menjadi bagian dari kehidupannya yang sudah dilepaskan.
3 Peningkatan: Mulai mencari lebih banyak lagi gambar-gambar porno dan menikmatinya.
4 Mati Rasa: Mulai mati rasa terhadap materi yang paling porno, sekalipun ia sangat berusaha mendapatkannya lagi.
5 Tindakan Seksual: Fase lompatan besar di mana dia mencari kenikmatan seksual di dunia nyata.

 connect to situs voa - al islam.com

Sabtu, 22 Oktober 2011

Kesalahan Dalam Mendidik Anak

Kesalahan Dalam Mendidik Anak
Oleh : Ahmad Riyadi, S.Pd.I
Malu bertanya sesat di jalan, ungkapan ini merupakan bahasa sindirian kepada mereka yang malu atau tidak mau tahu tentang bagaimana cara mendidik anak secara benar. Yang akhirnya berakibat penyesalan yang berkepanjangan ketika anaknya, si buah hati telah terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang ( penyakit sosial ), bahkan membuat orangtua putus asa seolah tidak ada harapan hidup, kepada anak yang menjadi harapan penerus orangtua ketika ia sudah usia senja.
Meski begitu besar tanggung jawab dalam mendidik anak, namun banyak orang tua yang melalaikannya, bahkan menganggap enteng amanah tersebut dan tidak memelihara dengan sebaik – baiknya. Mereka telah menelantarkan anaknya, mengabaikan pendidikannya, tidak memperhatikan mereka, dan tidak pula mengarahkannya. Begitu melihat benih – benih penyimpangan dan kenakalan pada anak – anak mereka, mulailah mereka menghardiknya. Mereka tidak menyadari penyebab kenakalan dan penyimpangan itu akibat kelalaian mereka sendiri. Dibawah ini kita akan ungkap sebagian bentuk – bentuk kelalaian yang terjadi pada pendidikan anak, antara lain :
1. Membiasakan anak menjadi penakut dan minder alias tidak percaya diri.
Orang tua sering menakuti – nakuti anaknya dari kecil, contohnya ketika ia masih bayi sudah ditakuti “ kalau tidak bobok akan digigit nyamuk “, ketika ia menginjak usia 2 – 3 tahun ia di takuti kalau nangis terus akan di gendong ondel – ondel,  ketika malas makan ia akan berkata “ biarin nanti kalau sakit akan disuntik pak dokter, kalau ia malas tidur ditakuti “ awas ada hantu genderuwo “ dan lain sebagainya, sehingga anak tumbuh dari kecil sudah diliputi rasa cemas, gelisah dan ketakutan yang menyebabkan terbiasa tergantung kepada kedua orang tuanya. Inilah awal malapetaka yang dialami anak sehingga anak tidak berani mencoba, tidak percaya akan kemampuan dirinya sehingga ia menjadi anak yang mudah tergantung kepada orang lain, sehingga munculah mental peminta ( pengemis), kalau mengerjakan ulangan di bangku sekolahnya ia akan mudah menyontek hasil ulangan temannya. Pengaruh sisi negatif pada anak penakut adalah mudah panik dan gugup ketika melihat kejadian yang masih terbilang wajar tetapi ia akan bikin heboh semua orang.
2. Mendidik anak bersikap ceroboh, ceplas – ceplos, dan mengganggu orang lain, namun menganggapnya suatu keberanian.
Ini merupakan kebalikan dari sikap point pertama. Adapun sikap yang tepat bagi orang tua adalah mengarahkan kepada anak untuk bersikap pertengahan dari keduanya. Yakni, mendidik anak untuk bersikap berani tetapi tidak berlebihan ( over ).
3. Mendidik anak tidak berpendirian, indisipliner, serta membiasakan mereka hidup mewah, nyaman dan berlebihan.
Anak yang terbiasa terdidik dengan pola seperti ini akan mengalami dissosial dengan teman – temannya, dibenak pikirannya hanyalah kesenangan pribadi semata, ia tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain. Ia menjadi anak yang sulit berbagi dan sikap egois dan individual lebih dominan kepadanya, sehingga ia terbentuk menjadi pribadi yang pelit, suka instan menghadapi masalah dan tidak melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.

4. Sikap orang tua terlalu keras dan kaku.
Sikap orangtua semacam ini dapat dilihat dari sikap dan perilaku kasar mereka kepada anak – anaknya. Entah memukul terhadap anak – anak ketika berbuat kesalahan meskipun sekali saja, atau mencela dan mencaci maki pada setiap kekurangan yang kecil maupun yang  besar, atau sikap – sikap keras lainnya. Anak yang terpola pendidikan dengan kekerasan akan berpengaruh jiwanya sehingga ia akan muncul benih sikap psikopat pada dirinya.
5. Berlebihan dalam berbaik sangka kepada anak.
Sebagian orangtua berlebihan dalam berbaik sangka kepada anak- anaknya, sehingga  tidak menanyakan keadaan mereka, tidak mau tahu tentang keadaan mereka ,apalagi menayakan teman – teman mereka. Tipe orangtua seperti ini tidak mau menerima kritik yang ditujukan kepada anak – anaknya. Jika terjadi suatu permasalahan terhadap anknya atau penyimpangan yang dilakukan oleh anaknya, kemudian sang ayah diperingatkan tentang permasalahan tersebut ia bela mati – matian, dan mencari alasan membenarkan perilaku anaknya, dan tidak jarang balik menuduh orrang yang memberi peringatan kepada anknya yang ceroboh, tergesa – gesa  atau seorang yang turut campur dalam urusan yang bukan wewenangnya.
6. Mengabulkan semua permintaan anak.
Sering terjadi, bahwa anak – anak yang masih kecil meminta sesuatu kepada ayah atau ibunya, ketika keduanya menolak permintaannya ia serta merta menangis tanpa henti – henti sampai dikabulkan permintaanya, ketika orang tua mengalah dalam masalah ini, baik karena alasan sayang kepada anak atau alasan – alasan yang lainnya. Maka hal ini justru dapat menyebabkan ketidakmandirian dan kelemahan pada anak sehingga ia menjadi tantrum dan memiliki senjata, jika ia memiliki keinginan maka harus dipenuhi kalau tidak ia akan langsung menangis.
7. Memanjakan anak dan menuruti semua keinginannya.
Ada sebagian orangtua yang menuruti keinginan apa yang diminta anaknya, tidak ada satupun permintaan yang ditolak. Tipe orangtua seperti ini terlalu berlebih – lebihan dan tanpa perhitungan dengan memberikan segalanya kepada sang anak. Melihat orangtua seperti ini , sang anak akan terbiasa menghamburkan harta dan membelanjakan hanya sekedar menuruti kesenangan nya semata. Hal ini akan membuat mereka semakin buta dan tidak peduli dengan nilai harta, serta tidak dapat menggunakan harta yang dimilikinya dengan baik.

Maroji’ Kitab :   At – Takshiir Fi Tarbiyatul Aulad, Muhammad Bin Ibrahim Al- Hamd,
                                Tarbiyatul aulad, Dr. Nashih Ulwan,
                                Mendidik anak agar cerdas dan berbakti, Prof. Dr. Muhammad Ali Mushofi.

Kamis, 20 Oktober 2011

Sudah Jatuh Ketiban Tangga


Sudah Jatuh Ketiban Tangga

Pepatah ini sering kita dengarkan, karena merupakan termasuk bahasa sindiran yang di alami kepada mereka yang mendapat kesusahan bertubi – tubi. Begitu juga dalam kehidupan ini, banyak kita jumpai mereka yang mengaku beragama Islam tetapi malah jauh dari petunjuk Alloh, jauh dari petunjuk Rosululloh, pada akhirnya iapun dalam kondisi bergelimang maksiat dan dosa sehingga mengakibatkan muncul kesesatan dan penderitaan yang melilitnya.

Dua hal yang buruk ini, yaitu kesesatan dan penderitaan, banyak disebutkan Allah dalam firman-Nya. Allah memberitakan bahwa kedua hal itu akan ditimpakan kepada musuh-musuh-Nya. Dia juga banyak menyebutkan lawan dari kedua hal ini, yaitu petunjuk dan keberuntungan. Dia mengabarkan bahwa dua hal ini adalah untuk kekasih-kekasih-Nya. Adapun yang pertama, yaitu kesesatan dan kesengsaraan adalah seperti terdapat dalam firman Allah,

"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan di dunia dan dalam neraka." (al-Qamar: 47)
Yang dimaksud dengan kesesatan dalam ayat di atas adalah kesesatan itu sendiri, sedangkan neraka maksudnya adalah penderitaan dan azab.
"Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk." (Yunus: 45)
Sedangkan yang kedua, yaitu petunjuk dan keberuntungan adalah seperti terdapat dalam firman Allah di awal surah al-Baqarah, yaitu ketika Allah menyebutkan sifat-sifat orang-orang mukmin,
"Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Robb Nya dan merekalah orang-orang yang beruntung." (al-Baqarah: 5)
Demikian juga dalam surah al-An'aam,
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukannya dengan kezaliman, merekalah yang medapatkan keamanan. Dan mereka adalah orang-orang yang berpetunjuk." (al-An’aam: 82)
Karena surah al-Faatihah merupakan surah yang paling agung, paling wajib dibaca, paling mencakup apa yang dibutuhkan hamba, serta paling luas manfaatnya, maka Allah menyebutkan kebaikan dan keburukan di dalamnya. Allah memerintahkan kita
mengucapkan,

"Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka." (al-Faatihah: 6)

Semoga Alloh menjaga kita dengan bimbingan ilmu dari Rosululloh dan para sahabatnya
Amiin…. Wallohu a’lam bis showaab.


Oleh         : Abu Hayyan Ahmad
Maroji’    : Miftahu Daar Sa’adah, Ibnul Qoyyim Al – Jauziyah.

Masalah PR dari Sekolah dan Solusinya

Masalah PR dari Sekolah dan Solusinya*)
Oleh : Ahmad Riyadi, S.Pd.I
Sebenarnya pekerjaan rumah (PR) termasuk dalam kurikulum pendidikan hampir diseluruh negara di  dunia. Jadi konsep PR itu sah – sah saja . Tapi memang perlu diperhatikan seperti apa PR yang ideal itu.  Contoh untuk kelas 1 SD, sebaiknya hanya ada satu PR setiap hari. Anak juga akan  jenuh  dengan materi  PR yang monoton dan menjemukan maka bentuk format PR harus dibuat bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan mempertimbangkan kemampuan anak sehingga anak tidak stress dan terbebani.   Masalah ini jangan dianggap enteng karena  anak akan tertekan dan pada akhirnya membuatnya tak bisa  duduk dan tak mampu berfikir dengan baik.  Padahal keterbatasan  konsentrasi akan menyebabkan potensinya tidak muncul dan kemudian membuatnya kesal,  menjadi terbebani atau bahkan trauma sekolah.
Orangtua yang melihat anaknya  terlalu banyak dibebani  PR, sebaiknya segera berkomunikasi dengan guru kelasnya dengan menyertai bukti. Pihak guru atau sekolah mesti terbuka dengan segala bentuk pengaduan dari orangtua agar didapat keputusan terbaik bagi semua pihak.
Solusi orangtua jika anak mengalami banyak PR
1.       Pahami sistem pembelajaran di sekolah, termasuk kurikulum yang harus diajarkan kepada anak.
2.       Orangtua sebaiknya menanyakan kepada anak setiap hari ada PR tidak. Bila perlu komunikasikan dengan guru kelas maupun orangtua murid lainyya.
3.       Dampingi anak sewaktu mengerjakan PR. Tujuannya untuk memotivasi sekaligus mengoreksi bila yang salah.
4.       Orangtua harus bersikap tegas untuk memberi kesempatan pada anak  mencoba mengerjakan sendiri PR- nya. Jika ada kesulitan, orangtua boleh turun tangan.
5.       Mau tidak mau orangtua harus rajin menyegarkan pengetahuannya mengenai perkembangan anak, baik melalui buku, majalah, internet atau sumber pengetahuan lainnya. Tujuannya tak lain untuk meminimalkan kesenjangan komunikasi.

 

*) disarikan dari buku 101 masalah di sekolah, Rahmitha P. Sandjojo, Psi, Dra Dewi Mariana, Fetriani F. Syahrul, Psi, M.Si.